Tyson dan Caroll (1970)
mengatakan : One of the most common problem encountered by teacher involves
motivating the student to learn. Too frequently the teacher find himself
confronted with a student who will not become an active participant in the
process or education, who will not enter the arena of learning and engage in
the instructional dialogue, and who will not focus his mind on the problem or
goal under counsideration in the classroom. Such a student merits the teacher’s
concern. To the degree that a student is motivated to larn, it is likely that
he will learn. By the same token, to the degree that a student is not motivated
to learn, it is unlikely he will do so. (atau setelah diterjemahkan adalah
salah satu masalah yang paling umum ditemukan guru adalah guru sering menemukan
seorang siswa yang tidak aktif dalam proses atau pendidikan, yang tidak akan
memasuki arena belajar dan terlibat dalam dialog instruksional, dan yang tidak
akan fokus pikirannya pada masalah atau tujuan dalam pertimbangan di dalam
kelas).
Pernyataan
dari kedua tokoh tersebut memang beralasan karena kenyataanya ada diantara anak
didik yang tidak termotivasi untuk belajar atau tidak terlibat secara aktif
dalam kegiatan pengajaran di kelas. Sebagian anak didik aktif belajar bersama
dan sebagian kecil anak didik dengan berbagai sikap dan perilaku yang
terlepas dari kegiatan belajar di kelas.
Kedua kegiatan anak didik yang bertentangan ini sebagai gambaran suasana kelas
yang kurang kondusif. Guru tidak harus tinggal diam bila ada anak didik yang
tidak terlibat langsung dalam belajar bersama. Perhatian harus lebih diarahkan
kepada mereka. Usaha perbaikan harus dilaksanakan agar mereka bergairah
belajar.
Menurut
De Decee dan Grawford (1974) ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang
berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar anak
didik, yaitu guru harus dapat menggairahkan anak didik, memberikan harapan yang
realistis, memberikan insentif, dan mengarahkan perilaku anak didik kea rah
yang menunjang tercapainya tujuan pengajaran.
1.
Menggairahkan
anak didik
Dalam kegiatan rutin
dikelas guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan.
Ia harus slalu memberikan kepada anak didik cukup banyak hal-hal yang perl
dipikirkan dan dilakukan. Guru harus memelihara minat anak didik dalam belajar,
yaitu dengan memberikan kebebesan tertentu untu berpindah dari satu aspek ke
aspek lain pelajaran dalam situasi belajar.
Discovery learning dan metode sumbang saran memberikan kebebasan semacam
ini. Untuk dapat meningkatkan kegairahan
anak didik, guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal
setiap anak didiknya.
2.
Memberikan
harapan realistis
Guru
harus memlihara harapan-harapan anak didik yang realistis dan memodifikasi
harapan-harapan yang kurang atau tidak realistis. Untuk itu guru perlu memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap
anak didik di masa lalu. Dengan demikian, guru dapat membedakan antara
harapan-harapan yang realistis, pesimistis, atau terlalu optimis. Bila anak
didik telah banyak mengalami kegagalan, maka guru harus memberikan sebanyak
mungkin keberhasilan kepada anak didik. Harapan yang diberikan tentu saja
terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis
adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi oleh anak didik. Jadi, jangan
coba-coba menjual harapan munafik bila tidak ingin dirugikan oleh anak didik.
3.
Memberikan
intensif
Bila anak didik
mengalami keberhasilan, guru diharapkan memberikan hadiah kepada anak didik
(dapat berupa pujian, angka yang baik, dan sebagainya) atas keberhasilannya,
sehingga anak didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai
tujuan-tujuan pengajarannya. Bentuk-bentuk motivsi belajar sebagaimana
diuraikan didepan merupakan motivsi ekstrinsik, dimana masalah, hadiah dan
pujian, dan member angka telah dibahas lebih mendalam. Intensif yang demikian
diakui keampuhannya untuk membangkitkan motivasi sevara signifikan.
4.
Mengarahkan
perilaku anak didik
Mengarahkan
perilaku anak didik ialah tugas guru. Disini kepada guru dituntut untuk
memberikan respon terhadap anak didik yang tidak terlibat langsung dalam
kegiatan belajar dikelas. Anak didik yang diam, membuat keributan, yang
berbicara semaunya, dan sebagainya harus diberikan diberikan teguran secara
arif dan bijaksana. Usaha menghentikan perilaku anak didik yang negative dengan
member gelar yang tidak baik adalah kurang manusiawi. Jangankan anak didik,
guru pasti tidak senang diberi gelar yang tidak baik. Jadi, cara mengarahkan
perilaku anak didik adalah dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati,
memberikan hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan
perkataan yang ramah dan baik.
Seperti dikutip oleh Gage dan Berliner (1978),
French dan Raven (1959) menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi anak
didik tanpa harus melakukan reoganisasi kelas besar-besaran
1. Pergunakan pujian verbal
Penerimaan
sosial yang mengikuti suatu tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi alat
yang cukup dapat dipercaya untuk mngubah prestasi dan tingkah laku akademis
kearah yang diinginkan. Kata-kata seperti ‘’bagus’’, ‘’baik’’, ‘’pekerjaanmu
baik’’, yang diucapkna segera setelah anak didik selesai mengerjakan pekerjaan
yang diperintahkan atau mendekati tingkah laku yang diinginkan, merupakan
pembangkit motivasi yang besar. Penerimaan sosial merupakan suatu penguat atau
intensif yang relative konsisten.
2. Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana
Kenyataan
bahwa tes dan nilai dipakai sebagai dasar berbagai hadiah sosial (penerimaan
lingkungan, promosi, pekerjaan yang baik, uang yang lebih banyak dan
sebagainya) menyebabkan tes dan nilai dapat menjadi suatu kekuatan untuk
memotivasi anak didik. Anak didik belajar bahwa ada keuntungan yang
diasosiasikan dengan nilai yang tinggi. Dengan demikian meberikan tes dan nilai
mempunyai efek dalam memotivasi anak didik untuk belajar. Tapi tes dan nilai
harus dipakai secar bijaksana, yaitu untuk memberikan informasi kepada anak
didik dan untuk menilai penguasaan dan kemajuan anak didik, buka untuk
menghukum atau membanding-bandingkannya dengan anak didik lainnya. Penilaiannya
diberikan sesuai dengan prestasi kerja dan perilaku yang ditunjukan oleh anak
didik dan bukan atas kemauan guru yang semena-mena. Penyalahgunaan tes dan
nilai
sungguh bermanfaat bagi saya
ReplyDelete